PERAN PENGAWAS DALAM PENINGKATKAN MUTU
PENDIDIKAN
Oleh
Abdul
Hamid.S,Ag M.M.Pd.
Widyaiswara
Madya, Pembina IV/a
Abstrak
Pengetahuan
tentang supervisi/ kepengawasan memberikan bantuan kepada guru dalam
merencanakan dan melaksanakan peningkatan professional mereka dengan
memanfaatkan sumber yang tersedia. Dasar hukum
tentang kepengawasan ( supervisi ) Permendiknas No 12 Tahun 2007 mengamanatkan bahwa kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah/ madrasah memang mengikat dan terlaksana dengan semestinya. Tujuan supervisi pendidikan ialah memberikan layanan atau bantuan untuk meningkan kualitas mengajar guru di dalam kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar tapi juga untuk pengembangan potensi kualitas guru. Memperbaiki proses pembelajaran harus dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Hal ini peran dari supervisor ( pengawas dan kepala sekolah ) sangat diharapkan karena dia merupakan orang yang harus memikirkan kemajuan pendidikan di tingkat sekolah/ madrasah.
tentang kepengawasan ( supervisi ) Permendiknas No 12 Tahun 2007 mengamanatkan bahwa kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah/ madrasah memang mengikat dan terlaksana dengan semestinya. Tujuan supervisi pendidikan ialah memberikan layanan atau bantuan untuk meningkan kualitas mengajar guru di dalam kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar tapi juga untuk pengembangan potensi kualitas guru. Memperbaiki proses pembelajaran harus dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Hal ini peran dari supervisor ( pengawas dan kepala sekolah ) sangat diharapkan karena dia merupakan orang yang harus memikirkan kemajuan pendidikan di tingkat sekolah/ madrasah.
Kata
kunci : Peran pengawas, peningkatan mutu pendidikan.
A. Pendahuluan
Dalam dunia
pendidikan tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah, orang tua, serta
masyarakat. Karena pendidikan kalau tidak ditangani atau tidak ada yang
bertanggung jawab maka dikhawatirkan kedepan pedidikan kita akan semakin tidak
jelas. Oleh karena itu perlu perhatian yang sangat serius dari pemerintah ,
orang tua dan masyarakat. Disisi lain kemajuan sebuah pendidikan ( sekolah/
madrasah ) diperlukan sebuah tata kelola ( manajemen ) yang bagus, karena
ketika sebuah lembaga pendidikan dapat dipimpin oleh orang yang memang ahlinya
( kepala sekolah/ madrasah ) maka akan tercipta sebuah pendidikan yang
berkualitas. Sekolah/ madrasah yang baik harus dipimpin oleh kepala sekolah/
madrasah pilihan sesuai dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi,
maksudnya strata 1 atau strata 2 kependidikan, bukan sebaliknya. Kalau
sebaliknya maka dipastikan pendidikan kita akan semakin tidak jelas, karena
dipimpin oleh bukan ahlinya.
Namun demikian peran supervisor ( pengawas sekolah/ madrasah ) sangat
mendukung, karena tanpa adanya pengawas yang ahli ( professional ) maka tidak
mungkin juga sebuah sekolah/ madrasah akan berjalan baik dan bermutu. Salah
satu mutu pendidikan ( sekolah/madrasah ) sangat ditentukan oleh pengawas yang
professional, kepala sekolah/ madrasah yang professional, juga guru yang
professional ( berkualitas) hal ini akan tercipta sebuah pendidikan yang
bermutu baik.
Kalau kita analisa bersama kenyataannya dilapangan masih perlu dibenahi dalam
hal supervisi pendidikan yang dilakukan oleh para pengawas. Cukup banyak para
pengawas kita dalam menjalankan tugasnya belum maksimal memberikan pelayanan
dan bimbingan kepada guru disekolah, dikarenakan keahlian dan keterampilan
pengawas tersebut masih pas-pasan, hal inilah yang sering dikeluhkan oleh para
dewan guru. Idealnya seorang pengawas harus lebih pintar dan mampu dari dalam
hal pembinaan, bimbingan, pemberdayaan.
Namun
kenyataannya masih ada pengawas yang belum begitu terampil, meskipun ada juga
yang sudah terampil hal ini masih belum memadai.
Permasalahan yang kita hadapi sekarang adalah kurangnya pembinaan terhadap guru
disekolah. Untuk meningkatkan mutu pendidikan diharapkan adanya
rekruetmen para calon pengawas yang memang masih muda kaya pengalaman, serta
lemahnya keterampilan pengawas dalam pembimbingan terhadap guru perlu
ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, workshop, simpusiom.
Solusi yang perlu kita lakukan adalah pengawas sekolah/ madrasah harus benar-
benar orang yang ahli dalam bidang kepengawasan kalau hal demikian adanya maka
kita yakini bersama kualitas ( mutu ) pendidikan semakin lebih baik.
B. Pengertian Supervisi
Inspeksi berasal dari istilah bahasa Belanda inspectie. Di dalam
bahasa Inggeris dikenal inspection. Kedua kata tersebut berarti pengawasan,
yang terbatas kepada pengertian mengawasi apakah ( dalam hal ini guru )
menjalankan apa yang telah diinstruksikan oleh atasannya, dan bukan berusaha
membantu guru itu ( Ngalim purwanto, 1990 ). Disisi lain kita melihat model
supervisi masa yang lewat memang sifatnya inspeksi, dan seringkali kedatangan
mereka kesekolah lebih banyak dirasakan oleh para guru sebagai kedatangan
seorang petugas yang ingin mencari kesalahan. Dengan kesan seperti itu, apabila
ada seorang inspektur datang, kepala sekolah/ madrasah maupun guru cenderung
merasa takut karena merasa akan dicari kesalahnnya. Hal inilah sehingga model
inspeksi tidak bisa dipakai lagi untuk keadaan sekarang. Sekarang menerapkan
sistem upaya bantuan ditujukan kepada kepala sekolah/ guru dalam upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran disekolah.
Dalam perkembangan berikutnya supervisi selanjutnya dikenal istilah
penilikan dan pengawasan mempunyai pengertian suatu kegiatan yang bukan
hanya mencari kesalahan objek pengawasan itu semata-mata, tetapi juga mencari
hal-hal yang sudah baik, untuk dikembangkan lebih lanjut. Pengawas bertugas
melakukan pengawasan, dengan memperhatikan semua komponen sistem
sekolah/madrasah dan peristiwa yang terjadi sekolah/ madrasah ( Piet Sehartian
; 1997 ).
Monitoring seringkali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
pemantauan. Monitoring berarti kegiatan pengumpulan data tentang suatu kegiatan
sebagai bahan untuk melaksanakan penilaian. Dengan kalimat lain, monitoring
merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui apa adanya tentang sesuatu
kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui apa adanya tentang sesuatu kegiatan.
Di dalam monitoring seseorang hanya mengumpulkan data tanpa membandingkan data
tersebut dengan criteria tertentu.
Lebih jauh pada konsep lainnya dikatakan bahwa kegiatan penilaian yang juga
disebut evaluasi, merupakan suatu proses membandingkan keadaan kuantitatif atau
kualitatif suatu objek dengan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat apakah dengan sumber yang
tersedia, sesuatu kegiatan telah mengikuti proses yang ditetapkan serta
mencapai hasil yang diinginkan. Penilaian dengan membandingkan antara apa yang
dicapai dengan apa yang ditargetkan disebut penilaian tentang keefektifan,
sedangkan penilaian dengan membandingkan dengan antara apa yang dicapai dengan
berapa banyak sumber yang dikorbankan untuk itu disebut dengan penilaian
tentang efeisiensi.
Apabila pengawasan, monitoring serta penilaian masih dalam tahapan usaha
mengetahui status suatu komponen atau kegiatan sistem serta memahami
kekurangan dan atau kekuatannya, maka supervisi mengandung pengertian tindakan.
Supervisi dalam arti yang luas yaitu pengertian bantuan dan perbaikan ( Piet
Sehartian ; 2008 ).
Lucio dan McNeil ( 1989 ) mendifinisikan supervisi meliputi :
a. Tugas
perencanaan, yaitu untuk menetapkan kebijaksanaan dan program.
b. Tugas administrasi, yaitu
pengambilan keputusan serta pengkoordinasian melalui konsultasi dalam upaya
memperbaiki kualitas pembelajaran.
c. Partisipasi
secara langsung dalam pengembangan kurikulum.
d. Melaksanakan demonstrasi mengajar
guru- guru .
e. Serta
melaksanakan penelitian.
Sergiovanni dan Starrat ( 1980 ) berpendapat
bahwa tugas utama supervisi adalah perbaikan situasi pembelajaran disekolah/
madrasah.
Dari definisi tersebut, kelihatannya ada kesepakatan umum, bahwa kegiatan
supervisi pengajaran ditujukan untuk perbaikan pengajaran ( pembelajaran ).
Perbaikan itu dilakukan melalui peningkatan kemampuan profesioanl guru
dalam melaksanakan tugasnya. Untuk memudahkan kita dalam memahami supervisi
pengajaran, supervisor diupayakan untuk memberikan bantuan kepada guru-guru
dalam memperbaiki proses pembelajaran. Proses pembelajaran agar berjalan dengan
baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. kualitas guru dari segi
keilmuan. b. kemampuan dalam melaksanakan metode pembelajaran dengan baik. c.
variasi model-model pembelajaran hendaknya dapat menyentuh dan memberdayakan
kreativitas siswa baik secara individual maupun secara kelompok. d. penilaian
seyogyanya dilakukan secara terus-menerus agar gambaran tingkat keberhasilan
siswa semakin jelas. Oleh karena itu bagi seorang guru harus dapat melaksanakan
persyaratan yang dimaksud.
Dalam karangka keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah, supervisi mempunyai
kawasan tugas sebagai bagian dari kegiatan sekolah/ madrasah itu secara
keseluruhan yang langsung berhubungan dengan pengajaran tetapi tidak langsung
berhubungan dengan siswa ( lihat gambar ) :
Gambar : Kaitan antara Supervisi dengan Kegiatan Pendidikan Sekolah.
Melihat gambar tersebut, pengertian supervisi tidak dapat diartikan
secara sempit sebagai proses untuk mengawasi dan usaha memperbaiki pengajaran (
pembelajaran ) yang terbatas di dalam ruangan kelas, tetapi lebih luas dari
itu. Proses pengajaran selalu terkait dengan semua kegiatan pendidikan di
sekolah/ madrasah. Kegiatan supervisi bertujuan untuk memperbaiki proses dan
hasil pembelajaran. Kegiatan utamanya adalah membantu guru, tetapi dalam konteksnya
yang luas menyangkut komponen sekolah yang lain karena guru juga terkait dengan
komponen tata usaha, sarana, lingkungan sekolah, dan lain-lain. Kita melihat
dilapangan yang terjadi sekarang ini bahwa sasaran supervisi masih belum
berjalan secara maksimal, hal ini tentu masih perlu adanya perbaikan dan
pembenahan yang signifikan terhadap manajemen supervisi.
C. Dasar Hukum dan Kompetensi
Pengawas Sekolah/ Madrasah
Dasar hukum tentang kepengawasan yakni Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 Tanggal
28 Maret 2007 berbunyi sebagai berikut :
Standar Pengawas Sekolah/
Madrasah :
1. Kualifikasi
1.1 Kualifikasi Pengawas Taman Kanak- Kanak/ Raudhatul
Athfal ( TK/RA) dan Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah adalah sebagai
berikut :
a. Berpendidikan
minimum sarjana ( S1) atau diploma empat D-IV kependidikan dari perguruan
tinggi terakreditasi;
b. Pengalaman kerja guru TK/RA
minimal 4 tahun untuk menjadi pengawas;
c. Memiliki
pangkat minimum piñata, golongan ruang III/c;
d. Berusia setinggi-tingginya 50
tahun, sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan;
e. Memenuhi
kompetensi pengawas melalui uji kompetensi ( seleksi pengawas).
1.2 Kaulifikasi Pengawas Sekolah Menengah Pertama/
Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs ), Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA)
dans Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah Kejuruan ( SMK/MAK) adalah
sebagai berikut :
a. Memiliki
pendidikan minimum magister ( S2) kependidikan dengan berbasis sarjana S1 dalam
rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi terakreditasi;
b. Guru SMP/ MTs bersertifikat pendidik
sebagai guru SMP/MTs dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun
mata pelajaran yang relavan di SMP/MTs atau kepala sekolah SMP/MTs dengan pengalaman
kerja minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas SMP/ MTs sesuai dengan
rumpun mata pelajarannya;
c. Guru SMA/ MA bersertifikat pendidik
sebagai guru SMA/MA dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun
mata pelajaran yang relavan di SMA/MA atau kepala sekolah SMA/MA dengan
pengalaman kerja minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas SMA/ MA sesuai
dengan rumpun mata pelajarannya;
d. Memiliki pangkat minimum
piñata, golongan ruang III/c;
e. Berusia
setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas satuan
pendidikan;
f. Memenuhi
kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui uji
kompetensi ( seleksi pengawas );
g. Lulus seleksi pengawas satuan
pendidikan.
D.Kompetensi
Kompetensi
Pengawas TK/ RA dan SD/MI/ SMP/MTs/SMA/ MA/SMK/MAK :
a.
Kompetensi
Kepribadian maksudnya : Memiliki tanggung jawab sebagai pengawas satuan
pendidikan, kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan
dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas jabatannya serta menumbuhkan
motivasi kerja pada dirinya dan pada stakeholders pendidikan.
b. Kompetensi
Supervisi Manajerial maksudnya : menguasai metode, teknik dan prinsip evaluasi,
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan disekolah/ madrasah. Membina kepala
sekolah/madrasah dalam pengelolaan administrasi satuan pendidikan, serta
memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan.
c. Kompetensi
Supervisi Akademik maksudnya : Memahami konsep, prinsip, teori, dasar
karakteristik dan kecenderungan perkembangan tiap bidang pengembangan mata
pelajaran. Membimbing guru dalam penyusunan silabus dan RPP sesuai dengan
prinsip KTSP, serta membimbing guru untuk memanfaatkan teknologi dan komunikasi
serta informasi bidang pengembangan mata pelajaran tersebut.
d. Kompetensi
Evaluasi Pendidikan maksudnya : Menyusun kriteria dan indikator
keberhasilan pendidikan dan pembelajaran/ bimbingan sekolah/ madrasah. Menilai
kinerja kepala sekolah/ madrasah dan guru serta staf sekolah/ madrasah.
Memantau pelaksanaan pembelajaran/ bimbingan dan hasil belajar siswa serta
menganalisis untuk perbaikan mutu pembelajaran.
e. Kompetensi
Penelitian Pengembangan maksudnya : Menguasai berbagai pendekatan, jenis dan
metode penelitian dalam pendidikan. Menyusun proposal penelitian pendidikan
baik kualitatif dan kuantitatif, serta menyusun pedoman/ panduan atau buku/
modul yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pengawasan di sekolah/ madrasah.
f. Kompetensi Sosial maksudnya : Bekerjasama berbagai pihak dalam rangka
meningkatkan kualitas diri untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Aktif
dalam kegiatan asosiasi pengawas satuan pendidikan.
E.
Tujuan dan Prinsip Supervisi Pendidikan
Tujuan supervisi pendidikan ialah memberikan layanan atau bantuan untuk
meningkan kualitas mengajar guru di dalam kelas yang pada gilirannya untuk
meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar
tapi juga untuk pengembangan potensi kualitas guru. Pendapat ini sesuai dengan
apa yang dikemukakan Olive bahwa sasaran ( domain ) supervisi pendidikan
ialah :
1).
Mengembangkan kurikulum yang sedang dilaksanakan disekolah/ madrasah.
2).
Meningkatkan proses belajar mengajar disekolah/ madrasah.
3).
Mengembangkan seluruh staf di sekolah/ madrasah.
Permasalahan yang sering muncul
kepermukaan bahwa bagaimana melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan
baik di sekolah ataupun di madrasah yang terpenting adalah agar pola pikir yang
bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif. Suatu sikap yang menciptakan situasi dan relasi dimana guru-guru merasa
aman dan merasa diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk
itu supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif. Bila
demikian, maka prinsip supervisi dilaksanakan adalah :
a. Prinsip
Ilmiah maksudnya : Kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data objektif
yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses pembelajaran. Setiap kegiatan
supervisi dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan kontinu.
b. Prinsip Demokratis
maksudnya : Layanan/bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan
hubungan kemanusiaan yang akrab dan kehangatan sehingga guru-guru merasa aman
dalam mengembangkan tugasnya.
c. Prinsip
Kerjasama maksudnya : Mengembangkan usaha bersama atau menurut
istilah supervisi sharing of idea, sharing of experience, memberi
support/ mendorong, menstimulasi guru, sehingga mereka merasa tumbuh bersama.
d. Prinsip Konstruksi dan Kreatif maksudnya
: Setiap guru akan termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas kalau
supervisi mampu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui
cara-cara menakutkan ( Piet Sehartian, 2008).
Berdasarkan
pengalaman dan analisa penulis ketika masih menjabat sebagai kepala madrasah
juga mengikuti seminar dan lokakarya tentang pendidikan dan pengawasan
diantaranya sebagai berikut :
1. Memang sudah saatnya pengawas
harus meningkatkan kompetensi baik perkenaan dengan pembimbingan terhadap guru
berupa; bimbingan silabus dan RPP serta sistem analisis butir soal, dan
mampu dalam hal manajemen sekolah dan IT.
2. Banyak juga keluhan dari para guru
di semua jenjang pendidikan yang mengatakan bahwa masih banyak pengawas
sekolah/ madrasah kita yang perlu ditingkatkan profesionalnya untuk
melakukan pembimbingan dan pengembangan kepada kepala sekolah/ madrasah, guru
juga tenaga kependidikan lainnya.
3. Apapun alasannya pengawas harus
lebih pandai dari yang di bimbingnya, hal ini akan dapat berpengaruh pada
peningkatan mutu pendidikan dan dapat menjaga imej yang baik dimata guru-guru
dan kepala sekolah/ madrasah.
Dengan
demikian, selama individu pengawas tersebut selalu termotivasi, belajar,
mengkaji, diklat, seminar, lokakarya, workshop dalam bidang pendidikan dan
pengajaran yang sesuai dengan kompetensinya, maka akan terciptanya sebuah
pendidikan yang berkualitas serta kewibawaan yang semestinya harus kita perkuat
dan pertahankan.
E.
Pembinaan
dan Pengembangan Kurikulum
Pengalaman
menunjukkan bahwa, pembaruan kurikulum sejak tahun 1975, kurikulum 1984 yang
disebut kurikulum yang disempurnakan dan kurikulum 1994 dan suplemen tahun
1999 yang dikeluarkan Depdikbud di Jakarta lengkap dengan pedoman/
petunjuk pelaksanaan. Walaupun demikian perlu sekali
ada orang yang bertugas untuk membina dan menterjemahkan itu kepada guru- guru.
Yang dijelaskan adalah latar belakang yang diterapkannya kurikulum itu. Konsep
dasar dari kurikulum yang akan diterapkan. Contoh ; waktu diterapkan kurikulum
1975 guru dilatih dan didorong untuk membuat satuan pelajaran. Tetapi
mereka tidak mengerti bahwa kurikulum 1975 itu menerapkan pendekatan sistem
yang waktu itu PPSI ( prosedur pendekatan sistem instruksional ). Jadi
guru-guru itu tidak dilatih untuk berpikir bersistem ( system thinking)
merupakan
pendekatan system ( system approach) dan menerapkan analisis
system ( system analysis ) . Guru hanya diharuskan menerapkan
satuan pelajaran tanpa mengerti mengapa mereka mengajar dengan menerapkan pendekatan
sistem ( Sanusi, 2007 ).
Kita melihat lagi pada kurikulum 2006 KTSP yang mulai bernuansa pemberdayaan
semua lini yakni kurikulum KTSP menghendaki adanya sinergitas pihak manajemen
sekolah ( kepala sekolah/ madrasah ), guru, tata usaha, laboran, pustakawan,
siswa itu sendiri artinya hadirnya KTSP membawa perubahan pemberdayaan yang
sangat signifikan yang dalam hal ini para pihak sekolah/ madrasah merasa
dihargai ide-ide cerdasnya serta KTSP ini dinyatakan kurikulum standar minimal
artinya kita pihak sekolah dan guru dipersilahkan mengembangkan kurikulum
tersebut sesuai dengan kondisi riil dilapangan. Analisa dan pengamatan penulis
kehadiran KTSP nampaknya sudah menjawab tantangan yang mana dulu guru
mengajarkan ilmu kepada murid selalu menurut apa yang tertera dalam kurikulum,
tetapi sekarang dengan adanya KTSP guru boleh menganalisa materi pembelajaran
untuk disesuaikan dengan peserta didik juga dengan khas daerah yang
bersangkutan, selama tidak menyimpang dari roh tujuan pembelajaran dimaksud.
Dalam KTSP guru merasa diberdayakan untuk membuat silabus, RPP, soal-soal
ulangan, matrik penilaian, bobot dan skor penilaian bahkan guru sekarang guru
sudah banyak dan mampu menguasai IT ( komputer/ laptop ). Dengan demikian kita
harus optimis menatap pendidikan kedepan agar kita tidak henti-hentinya
berinovasi dan berkreasi dalam bidang pendidikan dan kepengawasan. Pengawas
yang baik selalu menyiapkan dirinya untuk selalu meningkatkan kompetensinya
terlebih-lebih bagaimana kurikulum sekarang selalu dikembangkan sesuai dengan
keadaan siswa. Guru dan pengawas professional harus memiliki kemampuan untuk
merancang berbagai model pembelajaran. Dalam pengertian ini atas dasar
bimbingan para pengawas sekolah diharapkan oleh guru mampu merancang tujuan
umum dan tujuan khusus pembelajaran, tapi guru juga harus mampu merumuskan
berbagai pengalaman belajar dan berbagai kegiatan belajar dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran.
F. Peningkatan Proses Pembelajaran
Menurut Budimansyah, 47 : 2003 memperbaiki
proses pembelajaran harus dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Hal
ini peran dari supervisor ( pengawas dan kepala sekolah ) sangat
diharapkan karena dia merupakan orang yang harus memikirkan kemajuan
pendidikan di tingkat sekolah/ madrasah.
Kegiatan belajar siswa yang dilaksanakan
di bawah bimbingan guru. Guru bertugas merumuskan tujuan- tujuan yang
hendak dicapai padfa saat pembelajaran. Untuk mencapai tujuan itu guru
merencangkan sejumlah pengalaman belajar. Yang dimaksud pengalaman belajar
adalah segala yang diperoleh siswa sebagai hasil dari belajar ( learning
experience ). Belajar ditandai mengalami perubahan tingkah laku, karena
memperoleh pengalaman baru ( Peit Sehartian, 2008 ).
Melalui perolehan pengalaman
pembelajaran peserta didik memperoleh pengertian, sikap penghargaan, kebiasaan,
kecakapan, dan lainnya. Agar peserta didik memperoleh sejumlah pengalaman
belajar, maka mereka harus melakukan sejumlah kegiatan pembelajaran. Mari kita
cermati bersama beberapa kegiatan belajar menurut Paul B. Diedrich yakni
:
a. Kegiatan
mengamati ( visual activities ) maksudnya adalah kegiatan yang
dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan ( membaca, melihat).
b. Kegiatan mendengarkan (
listening activities ) maksudnya kegiatan mendengarkan.
c. Kegiatan
menggambarkan ( drawing activities ) maksudnya adalah melakukan kegiatan
menggambar atau melukis membuat grafik.
d. Kegiatan melalui gerak/ motor
( motor activities ) maksudnya kegiatan yang menggunakan gerak tubuh,
misalnya role playing, dramatisasi, dan simulasi.
e. Kegiatan
mental ( mental activities ) maksudnya kegiatan yang banyak menggunakan
pikiran/ mental seperti menanggapi, menganalisis, memecahkan masalah, mengambil
keputusan.
f. Kegiatan
emosional yaitu kegiatan yang menggunakan perasaan seperti merasakan indahnya
pemandangan , gembira, tenang, menghayati sesuatu.
Dengan berbagai kegiatan siswa akan memperoleh sejumlah pengalaman
belajar ( learning experience ). Belajar bukan saja menguasai sejumlah
materi pengetahuan, tapi memperoleh sejumlah pengalaman belajar. Bagaimana cara
menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan adalah salah satu usaha
perbaikan proses belajar mengajar. Selain itu juga perlu dikembangkan kemampuan
dan menilai hasil belajar dan proses belajar. Setiap guru yang selesai mengajar
bertanya pada dirinya apakah bahan yang disajikan dapat dikuasai oleh subjek
didik. Supervisor dapat mendorong guru- guru untuk mengembangkan berbagai model
rancangan pembelajaran.
G. Usaha Pembinaan
dan Pengembangan Sumber Daya
Guru
Usaha untuk memberi kemampuan) (Oxfort English
Dictionary). Makna tersebut mensyiratkan bahwa konsep peningkatan kualitas
pendidikan belum mengoptimalkan pada pemberdayaan kinerja guru, yang
memiliki peran dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pemberdayaan tenaga
pendidik merupakan perwujudan capacity building yang bernuansa pada
pemberdayaan sumber daya manusia tenaga pendidik melalui pengembangan
berbagai kemampuan (kinerja) dan tanggungjawab serta suasana sinergis
antara pemerintah dalam pengembangan berbagai kemampuan (kinerja) dan
tanggungjawab serta suasana sinergis antara pemerintah (government) dengan guru.
Upaya optimalisasi kinerja guru yang berkelanjutan merupakan faktor
yang penting dibanding faktor lainnya dalam peningkatan kualitas pendidikan.
Hal ini telah disadari dan dilakukan oleh pemerintah melalui penugasan
studi lanjut, berbagai training dan penataran pada guru. Studi lanjut
diperuntukkan bagi guru-guru Sekolah Dasar yang belum memiliki
kualifikasi SDM yang menguasai iptek cenderung memanfaatkan teknologinya
untuk menguasai SDA . Dinamika perkembangan masyarakat melaju sangat pesat
seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menuntut semua
pihak untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan
paradigma baru dalam mencapai keberhasilan, yaitu dengan persaingan. Tantangan
persaingan yang semakin tajam pada era globalisasi menuntut agar
guru sebenarnya telah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia,
melalui berbagai bentuk kebijakan. Ditetapkannya Undang Undang nomor 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen merupakan dasar kebijakan untuk memperkuat
eksistensi tenaga kependidikan sebagai tenaga profesional, seperti
profesi-profesi yang lainnya. Kualitas profesi tenaga guru selalu
diupayakan, baik melalui ketentuan kualifikasi pendidikannya maupun kegiatan
in-service training, dengan berbagai bentuknya yang dilakukan .
Menurut Sutaryat, 67: 2005 mengatakan bahwa masalah-masalah umum yang
yang dihadapi dalam tugas mengajar dan mendidik mencakup :
1. Membantu guru dalam
menterjemahkan kurikulum kedalam makna sebuah pendidikan.
2. Membantu guru-guru dalam
meningkatkan program belajar mengajar yakni membantu merancang bangun program
pembelajaran, membantu dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, serta
membantu dalam menilai proses dan hasil belajar mengajar.
3. Membantu guru dalam menghadapi
kesulitan dalam mengajarkan tiap mata pelajaran.
4. Membantu guru dalam memecahkan
masalah- masalah pribadi ( personal problem ).
Oleh karena itu betapa pentingnya supervisi yang diberikan kepada guru-guru
dalam tugas mengajar dan mendidik sampai saat ini masih bersifat umum ( general
supervision). Yang dibicarakan menyangkut masalah kegiatan belajar mengajar
yang bersifat umum. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar,
perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekadar mengkomunikasikan pengetahuan
agar diketahui subjek didik, tetapi mengajar harus diartikan menolong si
pelajar agar mampu memahami konsep- konsep dan dapat menerapkan konsep yang
dipahami. Selain itu mengajar harus dipersiapkan dengan baik. Guru perlu
menyediakan waktu untuk mengadakan persiapan yang matang termasuk persiapan
batin. Guru-guru dimotivasi agar selalu berusaha untuk merancangkan apa yang
akan disajikan. Mempersiapkan diri agar tampil dalam mengajar dan menilai
dengan tepat serta bertanggung jawab atas tugas mengajarnya. Bantuan yang
diberikan dalam hal sebagai berikut :
a. Merancangkan
program belajar mengajar.
b. Melaksanakan proses belajar
mengajar.
c. Menilai
proses belajar mengajar.
d. Mengembangkan manajemen kelas
.
Menurut buku Supervision for to days school, oleh Peter
F.Oliva ( 1984 : 84-87 ) mengemukakan beberapa model rancangan belajar mengajar
antara lain :
Model ini sangat sederhana ;
a.
Perencanaan. Isinya mengenai segala apa yang akan
diajarkan.
b.
Menetapkan bagaimana cara menyajikan pelajaran.
c.
Menyusun evaluasi hasil belajar.
Sebenarnya kalau kita melihat dilapangan tentang
bagaimana guru sekarang dalam hal indikator kinerja serta pembinaan nilai-nilai
peningkatan kualitas siswa antara lain :
a.
Masih ada guru dalam melaksanakan tugas tidak
sepenuhnya, dikarenakan dengan beberapa alasan; sibuk, urusan rumah tangga,
arisan dan lain-lain.
b. Dengan terbitnya Undang- undang Guru dan
Dosen Nomor 14 Tahun 2005 yang sangat menjanjikan dan memiliki kekuatan hukum
yang kuat bahwa guru dan dosen sudah memiliki nilai tambah yang luar biasa
maksudnya guru dan dosen dalam melaksanakan tugasnya diatur oleh Undang- undang
dan mereka berhak mendapatkan sertifikat pendidik, dengan melalui potofolio dan
juga lulus pendidikan dan latihan (PLPG).
c.
Cukup banyak para guru yang belum diberikan kesempatan
untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan dilingkungan tempat mereka bekerja.
Kemudian masih ada diantara mereka belum termotivasi untuk peran serta dalam
kegiatan workshop, KKG,MGMP, seminar. Hal ini dikarenakan berbagai macam alasan
dan sebagainya.
Oleh karena itu mari kita bersama- sama
untuk memberikan motivasi kepada guru-guru kita kedepan agar selalu memperkaya
diri dengan keilmuan serta mampu meningkatkan kinerjanya dengan baik demi
terlaksanya SDM yang berkualitas sehingga akan melahirkan siswa/ siswi yang
berkualitas juga.
H.
Manajemen Mutu Pendidikan
Menurut
Ahmad Sanusi, 39 : 2003, manajemen mutu pendidikan bagian yang sangat
integral dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini setidaknya menghadapi empat
tantangan besar yang kompleks. Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai
tambah (added value), yaitu bagaimana meningkatkan nilai tambah dalam
rangka meningkatkan produktivitas serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi
sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan.
Kedua, tantangan untuk melakukan pengkajian secara komprehensif dan mendalam
terhadap terjadinya transformasi (perubahan) struktur masyarakat, dari
masyarakat yang agraris ke masyarakat industri yang menguasai teknologi dan
informasi, yang implikasinya pada tuntutan dan pengembangan Sumder Daya Manusia
(SDM). Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu
bagaimana meningkatkan daya saing bangsa dalam meningkatkan karya-karya yang
bermutu dan mampu bersaing sebagai hasil penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni (IPTEKS). Keempat, munculnya kolonialisme baru di bidang IPTEK dan
ekonomi menggantikan kolonialisme politik.
Sutaryat 2005, dewasa ini berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh banyak pihak. Upaya-upaya itu dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa (Nation Character Building) demi kemajuan masyarakat dan bangsa, karena memang harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh ( Subagyo , 2008 ). Dari berbagai studi dan pengamatan hasil analisis menunjukkan bahwa paling tidak ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata. Pertama, kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada keluaran pendidikan (output) terlalu memusatkan pada masukan (input) dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistis. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan pada keputusan birokrasi, dan sering kali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Disamping itu, segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggaraan sekolah kehilangan kemandirian, inisiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan serta keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi. Ketiga, peran serta masyarakat, terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal, peran serta mereka sangat penting di dalam proses-proses pendidikan, misalnya dalam pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas. Ketiga faktor tersebut yang menyebabkan timbulnya Manajemen .
Merujuk pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota. Di sisi lain, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan
Dua landasan normatif tersebut sebenarnya sudah cukup menjadi rambu-rambu bagi pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Akan tetapi, perlu juga adanya standarisasi dan pengendalian mutu secara nasional sebagai upaya membentuk kesatuan “referensi” dalam mencapai pendidikan yang berkualitas. Standar pendidikan ini telah diperkuat dengan adanya PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pemberian otonomi pendidikan yang luas kepada lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia merupakan wujud kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dalam masyarakat, di samping sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum sebagai sarana peningkatan efisiensi pemerataan pendidikan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas. Secara esensial, landasan filosofis otonomi daerah adalah pemberdayaan dan kemandirian daerah menuju kematangan dan kualitas masyarakat yan dicita-citakan.
Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka inilah MBS tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan. MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi kepada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Kehadiran konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam wacana pengelolaan pendidikan di Indonesia tidak lepas dari konteks gerakan “restrukturisasi dan reformasi” sistem pendidikan nasional melalui desentralisasi dan pemberian otonomi yang lebih besar kepada satuan pendidikan atau sekolah, seperti self managing school atau school based management, self governing school, local management of schools, school based budgeting, atau guaranty maintained schools. Konsep-konsep tersebut menjelaskan bahwa sekolah ditargetkan untuk melakukan proses pengambilan keputusan (school based decision making) yang berarah pada sistem pengelolaan, kepemimpinan serta “peningkatan mutu” (administrating for excellen) dan effective schools.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitas secara terus menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sedangkan sekolah berarti lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut, maka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.
Priscilla Wohlsetter dan Albert Mohrman menjelaskan bahwa pada hakikatnya, Manajemen Berbasis Sekolah berpijak pada Self Determination Theory. Teori ini menyatakan bahwa apabila seseorang atau sekelompok orang memiliki kepuasan untuk mengambil keputusan sendiri, maka orang atau kelompok tersebut akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan. Berangkat dari teori ini, banyak definisi mengenai Manajemen Berbasis Sekolah yang dikemukakan para pakar. Eman Suparman, seperti dikutip oleh Mulyono, mendefinisikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional. Sementara itu, Slamet (http://www.manajemen-berbasis-sekolah.html) mengartikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai pengoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otomatis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Hal ini berarti sekolah harus bersikap terbuka dan inklusif terhadap sumber daya di luar lingkungan sekolah yang mempunyai kepentingan selaras dengan tujuan pendidikan nasional.
Priscilla Wohlsetter dan Albert Mohrman menjelaskan secara luas bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipasi sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipasi lokal yang dimaksudkan adalah partisipasi kepala sekolah, guru, siswa, dan masyarakat sekitar. Sedangkan dalam buku manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diartikan sebagai suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, pegawai sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang tentu saja lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi.
Ahmad Barizi juga mensinyalir bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan bentuk alternatif sekolah dalam melakukan program “desentralisasi” di bidang pendidikan yang ditandai dengan otonomi yang luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan pendidikan nasional. Bahkan, Susan Albers Mohrman menyatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu bentuk restrukturisasi sekolah dengan mengubah sistem sekolah dalam melakukan kegiatannya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan prestasi akademis sekolah dengan mengubah desain struktur organisasinya.
Sementara itu, Nanang Fatah memberikan pengertian bahwa MBS merupakan pendekatan politik yang bertujuan untuk mendesain ulang pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, komite sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat. Manajemen Berbasis Sekolah mengubah sistem pengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat lokal, Local Stakeholder. Sedangkan Bappenas dan Bank Dunia, seperti yang dikutip oleh B. Suryosubroto, memberikan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga dapat ditunjukkan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Ini artinya otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola dan mengembangkan potensi serta sumber daya yang ada di dalam sekolah dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Sedangkan partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan dengan asas keterbukaan
Sesuai dengan deskripsi detail tersebut di atas, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan pemberian otonomi penuh kepada sekolah untuk secara aktif-kreatif serta mandiri dalam mengembangkan dan melakukan inovasi dalam berbagai program untuk meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah sendiri yang tidak lepas dari kerangka tujuan pendidikan nasional dengan melibatkan yang berkepentingan (stakeholder), serta sekolah harus pula mempertanggungjawab kepada masyarakat (yang berkepentingan). Artinya, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, MBS merupakan sebuah strategi untuk memajukan pendidikan dengan mentransfer keputusan penting memberikan otoritas dari negara dan pemerintah daerah . Gagasan tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ini, belakangan menjadi perhatian para pengelolaan pendidikan, mulai tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan tingkat sekolah. Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini semakin mengemuka setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan seperti disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya sekolah. Karena, implementasi MBS tidak sekadar membawa perubahan dalam kewenangan akademis sekolah dan tatanan pengelolaan sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan sekolah.
I. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diungkapkan pada halaman diatas dapat
disimpulkan bahwa peran pengawas besar sekali dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan dan dilaksanakan secara bertahap dan terencana serta didukung oleh
tenaga pengawas sekolah/ madrasah yang professional dengan baik. bertanggung
jawab atas keberhasilan sebuah pendidikan dan pengajaran disekolah/ madrasah.
Unsur manajemen sekolah harus berperan secara maksimal yakni peran kepala
sekolah/ madrasah, guru, serta tenaga kependidikan lainnya. Kenapa demikian
karena jika unsur manajemen sekolah/ madrasah tidak berdaya bahkan tidak
bergerak maju dengan semestinya sehingga sulit sekolah/ madrasah untuk maju
kedepan.
Mari kita harus optimis bahwa dengan pengawas yang professional serta
ditunjang dengan manajemen sekolah/ madrasah yang baik maka akan
muncul kepermukaan mutu pendidikan ( sekolah/ madrasah ) yang kita harapkan
bersama.
Daftar Pustaka
Abdul Hamid. 2008.----- (
Makalah ) . Peningkatan Kompetensi Guru . Balai Diklat Keagamaan
Banjarmasin.
Budimansyah.Dasim. 2003. Pengembangan
Model Pembelajaran. Penerbit Genesindo Bandung.
Depdikbud
RI. 1998. Kurikulum Sekolah 1999 Suplemen dan Pedoman Administrasi dan
Supervisi. Jakarta : Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful. 2002.
Peningkatan Profesional Guru. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas
Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta.
--------------Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor `12 Tahun 2007 Tanggal
28 Maret 2007
Makalah-----2004. Pembinaan
Guru Profesional . Seminar pendidikan di Universitas
Lambung Mangkurat ( FKIP ) Banjarmasin
Soetjipto, Kosasi Raflis.
1994. Profesi Keguruan. Penerbit PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
-----------Jurnal Edukasi
Pendidikan Agama dan Keagamaan. 2006. Balitbang Kementerian Agama
Jakarta.
Undang- Undang Guru dan
Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Kementerian Pendidikan Nasional,
Tahun 2007.
Sahertian.Piet. 2008. Konsep
Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Manusia. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta.
Herabuddin. 2009. Administrasi
dan Supervisi Pendidikan. Penerbit CV. Pustaka Setia Bandung.
Sutaryat. 2005. Peningkatan
Mutu Sekolah dan Supervisi Pendidikan. Penerbit Genesindo Bandung.
Sanusi.Ahmad. 2003. Pendidikan
Alternatif. Makalah S2 PPS Universitas Islam Nusantara Bandung
(UNINUS )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar