KODE ETIK GURU
INDONESIA
(Kongres
PGRI, 1989)
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang
pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Negara serta kemanusiaan pada
umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang
Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujdunya
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman kepada dasar-dasar sebagai berikut :
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman kepada dasar-dasar sebagai berikut :
1.
Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
2.
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran
profesional.
3.
Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta
didik sebagai bahan melakukan bimbingan danembinaan.
4.
Guru mencipakan suasana seklah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua
murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung
jawab bersama terhadap pendidikan.
6.
Guru secara pribadi dan bersama-sama,
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.
guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.
guru bersama-sama memelihara dan meningkatkanmutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya.
9.
Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah
dalam bidnag pendidikan.
Kode Etik
Guru yang pertama
mengandung pengertian bahwa perhatian utama seorang guru adalah peserta didik.
Perhatiannya itu semata-mata dicurahkan untk membimbing perserta didik, yaitu
mengembangkan potensinya secara optimal dengan mengupayakan terciptanya proses
pembelajaran yang edukatif. Melalui proses inilah diharapkan peserta didik
menjelma sebagai manusia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Manusia utuh yang
dimaksud adalah manusia yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohaninya,
bukan saja sehat secara fisik, namun juga secara psikis. Manusia yang berjiwa
Pancasila artinya manusia yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selalu
mengindahkan dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Kode Etik
Guru kedua mengadung
makan bahwa guru hanya sanggup menjalankan tugas profesi yang sesuai dengan
kemampuannya, ia tidak menunjukkan sikap arogansi profeisonal. Manakala
menghadapi measalah yang ia sendiri tidak mampumengatasinya, ia mengaku dengan
jjur bahwa masalah itu di luar kemampuannya, sambil terus berusaha meningkatkan
kemampuan yang dimilikinya.
Kode Etik
Guru ketiga menunjukkan
pentingnya seorang guru mendapatkan informasi tentang peserta didik selengkap
mungkin. Informasi tentang kemampuannya, minat, bakat, motivasi,
kawan-kawannya, dan informasi yang kira-kira berpengaruh pada perkembangan
peserta didik dan mempermudah guru dalam membimbing dan membina peserta didik
tersebut.
Kode Etik
Guru keempat
mengisyaratkan pentingnya guru menciptakan suasana sekolah yang aman, nyaman,
dan membuat peserta didik betah belajar. Yang perlu dibangun antara lain iklim
komunikasi yang demokratis, hangat, dan penuh dengan rasa kekeluargaan, tetapi
menjauhkan diri dari kolusi dan nepotisme.
Kode Etik
Guru Kelima mengingat
pentingnya peran serta orang tua siswa dan masayrakat seiktarnya untuk ikut
andil dalam proses pendidikan di sekolah/madrasah. Peran serta mereka akan
terwujud jika terjalin hubungan baik antara guru dengan peserta didik, dan ini
harus diupayakan sekuat tenaga oleh seorang guru.
Kode Etik
guru keenam, guru
diharuskan untuk selalu meningatkan dan mengembangkan mutu dan martabat
profesinya. Ini dapat dilakukan secara pribadi dapat juga secara kelompok. Agar
terjalin kekuatan profesi, guru hendaknya selalu menjalin hubungan baik dengan
rekan seprofesi, memupuk semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
Kode Etik
Guru ketujuh intinya
bagaimana menjalin kerjasama yang mutualistis dengan rekan seprofesi. Rasa
senasib dan sepenanggungan biasanya mengikat para guru untuk bersatu dalam
menyatukan visi dan misinya.
Kode Etik Guru Kedelapan, “guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya”. Jika memang benar bahwa PGRI
merupakan sarana dan wadah yang menampung aspirasi guru, saraha perjuangan dan
pengabdian guru, maka praktik monopoli profesi terhadap guru (terutama guru SD)
oleh pengurus PGRI harus segera disudahi. Karena cara seperti itu hanya akan
membuat guru semakin tidak berdaya, dan membuat citra masyarakat semakin
negatif terhadap profesi ini. Justru sebaliknya, PGRI harus menjadi satu
kekuatan profesi guru dalam menggapai harapannya. Organisasi ini seharusnya
mampu menjembatani dan mengayomi aspirasi para guru, dan bahkan jika
memungkinkan PGRI harus mampu meningkatkan harkat danmartabat guru yang semakin
hari semakin cenderung terpuruk adanya.
Kode Etik Guru kesembilan, “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan”. Kode etik ini didasari oleh dua asumsi, pertama karena guru
sebagai unsur aparatur negara (sepanjang mereka itu PNS), kedua karena guru
orang yang ahli dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, sudah sewajarnyaguru
melaksanakan semua kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, selagi
sesuai dengan kemampuan guru itu dan tidak melecehkan harkat dan martaat guru
itu sendiri.
(Djam’an Satori, dkk, Modul UT : Profesi Keguruan, 2007:5.12).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar