Jumat, 29 Agustus 2014

KODE ETIK GURU INDONESIA



KODE  ETIK  GURU  INDONESIA
(Kongres PGRI, 1989)



Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujdunya
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman kepada dasar-dasar sebagai berikut :
1.            Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.            Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.            Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan danembinaan.
4.            Guru mencipakan suasana seklah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.            Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.            Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.            guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.            guru bersama-sama memelihara dan meningkatkanmutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya.
9.            Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidnag pendidikan.

Kode Etik Guru yang pertama mengandung pengertian bahwa perhatian utama seorang guru adalah peserta didik. Perhatiannya itu semata-mata dicurahkan untk membimbing perserta didik, yaitu mengembangkan potensinya secara optimal dengan mengupayakan terciptanya proses pembelajaran yang edukatif. Melalui proses inilah diharapkan peserta didik menjelma sebagai manusia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Manusia utuh yang dimaksud adalah manusia yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohaninya, bukan saja sehat secara fisik, namun juga secara psikis. Manusia yang berjiwa Pancasila artinya manusia yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selalu mengindahkan dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Kode Etik Guru kedua mengadung makan bahwa guru hanya sanggup menjalankan tugas profesi yang sesuai dengan kemampuannya, ia tidak menunjukkan sikap arogansi profeisonal. Manakala menghadapi measalah yang ia sendiri tidak mampumengatasinya, ia mengaku dengan jjur bahwa masalah itu di luar kemampuannya, sambil terus berusaha meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.
Kode Etik Guru ketiga menunjukkan pentingnya seorang guru mendapatkan informasi tentang peserta didik selengkap mungkin. Informasi tentang kemampuannya, minat, bakat, motivasi, kawan-kawannya, dan informasi yang kira-kira berpengaruh pada perkembangan peserta didik dan mempermudah guru dalam membimbing dan membina peserta didik tersebut.
Kode Etik Guru keempat mengisyaratkan pentingnya guru menciptakan suasana sekolah yang aman, nyaman, dan membuat peserta didik betah belajar. Yang perlu dibangun antara lain iklim komunikasi yang demokratis, hangat, dan penuh dengan rasa kekeluargaan, tetapi menjauhkan diri dari kolusi dan nepotisme.
Kode Etik Guru Kelima mengingat pentingnya peran serta orang tua siswa dan masayrakat seiktarnya untuk ikut andil dalam proses pendidikan di sekolah/madrasah. Peran serta mereka akan terwujud jika terjalin hubungan baik antara guru dengan peserta didik, dan ini harus diupayakan sekuat tenaga oleh seorang guru.
Kode Etik guru keenam, guru diharuskan untuk selalu meningatkan dan mengembangkan mutu dan martabat profesinya. Ini dapat dilakukan secara pribadi dapat juga secara kelompok. Agar terjalin kekuatan profesi, guru hendaknya selalu menjalin hubungan baik dengan rekan seprofesi, memupuk semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
Kode Etik Guru ketujuh intinya bagaimana menjalin kerjasama yang mutualistis dengan rekan seprofesi. Rasa senasib dan sepenanggungan biasanya mengikat para guru untuk bersatu dalam menyatukan visi dan misinya.
Kode Etik Guru Kedelapan, “guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya”. Jika memang benar bahwa PGRI merupakan sarana dan wadah yang menampung aspirasi guru, saraha perjuangan dan pengabdian guru, maka praktik monopoli profesi terhadap guru (terutama guru SD) oleh pengurus PGRI harus segera disudahi. Karena cara seperti itu hanya akan membuat guru semakin tidak berdaya, dan membuat citra masyarakat semakin negatif terhadap profesi ini. Justru sebaliknya, PGRI harus menjadi satu kekuatan profesi guru dalam menggapai harapannya. Organisasi ini seharusnya mampu menjembatani dan mengayomi aspirasi para guru, dan bahkan jika memungkinkan PGRI harus mampu meningkatkan harkat danmartabat guru yang semakin hari semakin cenderung terpuruk adanya.
Kode Etik Guru kesembilan, “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Kode etik ini didasari oleh dua asumsi, pertama karena guru sebagai unsur aparatur negara (sepanjang mereka itu PNS), kedua karena guru orang yang ahli dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, sudah sewajarnyaguru melaksanakan semua kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, selagi sesuai dengan kemampuan guru itu dan tidak melecehkan harkat dan martaat guru itu sendiri.
(Djam’an Satori, dkk, Modul UT : Profesi Keguruan, 2007:5.12).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar