Senin, 15 Agustus 2016

BEDAH PENILAIAN DAN MODEL PEMBELAJARAN KURTILAS






IN HOUSE TRAINING (IHT) MTS ASSAKINAH : 
Ngamprah,  13 Agustus 2016
Kurikulum 2013 atau yang lebih dikenal dengan kurtilas memang masih meninggalkan beragam masalah. Mulai dari pemahaman guru dalam beragam pernak-perniknya, sampai dengan sarana dan prasarana yang masih sangat terbatas.
Kondisi ini bahkan diakui oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru saja terkena reshuffle, Anis Baswedan. Saat ditanya mengapa Kurtilas dihentikan, beliau menjawab “kata kuncinya, terlalu terburu-buru. Kita belum siap dengan segala sarana dan prasarananya. Mulai dari pelatihan guru, sampai dengan penyediaan buku, dan lain-lainnya,” paparnya.
Jika Kementerian Pendidikan yang nota bene kementerian yang membidani lahirnya Kurikulum ini kemudian menghentikan pemberlakuan Kurtilas karena berbagai masalah, maka apatah lagi dengan Kementerian Agama yang selama ini selalu menjadi pengikut setia.
Namun demikian, tekad kita untuk terus mengimplementasikan kurtilas ini dengan beragam kondisi dan masalahnya, bukan menjadi pengahalng untuk terus maju. Kita lebih bersikukukh untuk menerapkan Kurtilas ini dengan asumsi bahwa Kurikulum ini dapat menjadi cikal-bakal tumbuhnya kesadaran beragama dan penanaman akidah Islam yang benar dalam dunia pendidikan.
“Sebagai Kementerian yang mengayomi kehidupan beragama di negeri ini harus terus berupaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai agama, termasuk di dalamnya dalam setiap gerak langkah pendidikan kita,” cetus pemateri yang juga Pengawas Pembina Madrasah Tsanawiyah wilayah Ngamprah ini dalam salah satu sessi In House Tranining (IHT) di MTs. Assakinah Sabtu (13/8).
“Kita memang bukan pencetus Kurtilas, namun ketika kurikulum yang dirasakan sebagai sebuah cara untuk lebih mengenalkan agama pada siswa ini dan ini sudah terasa sejalan dengan nafas Kementerian Agama dalam bidang pendidikan, maka kenapa juga kita harus mengekor dengan menghentikan Kurtilas hanya karena beragam masalah yang muncul?” tambahnya.
“Kita sadari bahwa masih banyak permasalahan yang muncul dalam menjalankan Kurtilas ini karena Kementerian Agama ini tidak semata-mata ngurusin bidang Pendidikan,” lanjutnya menjelaskan beragam kegiatan yang menjadi tugas Kementerian Agama, mulai dari Haji, Bimas Islam, Pontren, Wakaf, dan sebagainya.
“Namun demikian, sebagai seorang muslim, kita harus berbesar hati dan yakin bahwa semua masalah ini akan teratasi jika kita bisa duduk bersama untuk mencari solusinya,” tambahnya meyakinkan.
Kegiatan In house training yang membahas serba-serbi penilaian dan juga model pembelajaran yang tepat dalam kurtilas di madrasah ini memang sangat ditunggu oleh para guru. Mereka masih merasakan kebingungan dan banyak mengalami kendala terutama dalam menentukan nilai yang saat ini masih dirasakan sebagai sesuatu yang masih asing.
“Bagaimana caranya menentukan nilai yang seabreg, mulai dari kognitif dengan beragam variasinya, afektif dengan beragam kondisi serta aspek psikomotor dengan beragam kendala sarananya dalam waktu yang relatif singkat?”
Pertanyaan yang dianggap mewakili seluruh peserta ini mengemuka saat mengawali sessi bedah penilaian kurtilas. Para peserta masih dibingungkan ketika mereka diminta untuk mengisi format nilai yang banyak sementara waktu yang diberikan sangat mendesak.
Hal ini terjadi karena pada tahun pelajaran lalu, terjadi keterlambatan penyampaian informasi dan aplikasi untuk penilaian yang datang justru menjelang pembagian raport. Padahal, sistem penilaian kurtilas adalah Penilaian Otentik yang berarti menyeluruh, berkesinambungan dan sesuai dengan kondisi riil dalam kehidupan keseharian siswa.
Dengan demikian, penilaian dalam kurtilas ini tidak bisa dilakukan hanya dalam satu kondisi saja. Terutama untuk Kompetensi Inti 1 (KI-1) berupa aspek Spiritualitas dan juga KI-2 berupa aspek Sosial. Kedua aspek ini harus dilihat dari kecenderungan atau seringnya sikap tersebut muncul dalam satu semester berjalan, baru bisa disimpulkan menjadi sebuah penilaian siswa tersebut. Sehingga, menjadi hal yang wajar jika para guru dibingungkan dengan kenyataan bahwa mereka harus menentukan nilai untuk kedua aspek tersebut dalam waktu yang sama di akhir proses pembelajaran.
Dengan kata lain, seharusnya, setelah kegiatan training ini, masalah tersebut akan teratasi karena para guru akan segera menyiapkan lembar observasi yang dibutuhkan untuk melihat perilaku siswa selama satu semester ini jauh-jauh hari sebelumnya.
Permasalahan lain muncul berupa kurangnya variasi atau model pembelajaran yang disuguhkan di kelas.
“Seringkali terjadi awalnya anak itu senang dengan proses pembelajaran, tapi ditengah jalan mereka ‘stuck’, Pak. Mereka tidak lagi menunjukkan semangatnya dalam proses pembelajaran selanjutnya,” ungkap Pak Hendra, guru Bahasa Inggris, menyebutkan pengalamannya dalam meningkatkan vocabulary siswa.
Lain halnya dengan Pak Idin Muhidin, guru Fiqih. Dia mencoba memaparkan metode pembelajaran yang pernah diberikan kepada siswanya dan ini menurutnya dapat dianggap cukup berhasil. “Saya membawa tiga jenis air dalam beberapa wadah. Ada air putih, air teh, dan air kopi. Saya letakkan begitu saja di bangku terdepan siswa,” lanjutnya menjelaskan bahwa benda-benda tersebut cukup menyedot perhatian siswa untuk mengetahui lebih jauh mengapa dibawa ke dalam kelas.
Dalam sessi ini, para peserta diingatkan dengan 4 model pembelajaran yang dianggap paling tepat dalam Kurtilas antara lain : 1) Discovery Learning, 2) Problem Based Learning, 3) Project Based Learning, dan 4) Inquiry Based Learning.


Oleh :
Dian Nurdiana
NIP :  197109272005011002
Pengawas Madrasah Tsanawiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar