IN HOUSE TRAINING (IHT) MTS ASSAKINAH
:
Ngamprah, 13 Agustus 2016
Kurikulum
2013 atau yang lebih dikenal dengan kurtilas memang masih meninggalkan beragam
masalah. Mulai dari pemahaman guru dalam beragam pernak-perniknya, sampai
dengan sarana dan prasarana yang masih sangat terbatas.
Kondisi ini
bahkan diakui oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru saja terkena
reshuffle, Anis Baswedan. Saat ditanya mengapa Kurtilas dihentikan, beliau menjawab
“kata kuncinya, terlalu terburu-buru. Kita belum siap dengan segala sarana dan
prasarananya. Mulai dari pelatihan guru, sampai dengan penyediaan buku, dan
lain-lainnya,” paparnya.
Namun demikian,
tekad kita untuk terus mengimplementasikan kurtilas ini dengan beragam kondisi
dan masalahnya, bukan menjadi pengahalng untuk terus maju. Kita lebih
bersikukukh untuk menerapkan Kurtilas ini dengan asumsi bahwa Kurikulum ini dapat
menjadi cikal-bakal tumbuhnya kesadaran beragama dan penanaman akidah Islam
yang benar dalam dunia pendidikan.
“Sebagai Kementerian
yang mengayomi kehidupan beragama di negeri ini harus terus berupaya untuk
menghidupkan kembali nilai-nilai agama, termasuk di dalamnya dalam setiap gerak
langkah pendidikan kita,” cetus pemateri yang juga Pengawas Pembina Madrasah
Tsanawiyah wilayah Ngamprah ini dalam salah satu sessi In House Tranining (IHT)
di MTs. Assakinah Sabtu (13/8).
“Kita memang
bukan pencetus Kurtilas, namun ketika kurikulum yang dirasakan sebagai sebuah
cara untuk lebih mengenalkan agama pada siswa ini dan ini sudah terasa sejalan
dengan nafas Kementerian Agama dalam bidang pendidikan, maka kenapa juga kita harus
mengekor dengan menghentikan Kurtilas hanya karena beragam masalah yang
muncul?” tambahnya.
“Kita sadari
bahwa masih banyak permasalahan yang muncul dalam menjalankan Kurtilas ini
karena Kementerian Agama ini tidak semata-mata ngurusin bidang Pendidikan,”
lanjutnya menjelaskan beragam kegiatan yang menjadi tugas Kementerian Agama,
mulai dari Haji, Bimas Islam, Pontren, Wakaf, dan sebagainya.
“Namun
demikian, sebagai seorang muslim, kita harus berbesar hati dan yakin bahwa
semua masalah ini akan teratasi jika kita bisa duduk bersama untuk mencari
solusinya,” tambahnya meyakinkan.
Kegiatan In house training yang membahas serba-serbi
penilaian dan juga model pembelajaran yang tepat dalam kurtilas di madrasah ini
memang sangat ditunggu oleh para guru. Mereka masih merasakan kebingungan dan banyak
mengalami kendala terutama dalam menentukan nilai yang saat ini masih dirasakan
sebagai sesuatu yang masih asing.
“Bagaimana
caranya menentukan nilai yang seabreg, mulai dari kognitif dengan beragam
variasinya, afektif dengan beragam kondisi serta aspek psikomotor dengan
beragam kendala sarananya dalam waktu yang relatif singkat?”
Pertanyaan
yang dianggap mewakili seluruh peserta ini mengemuka saat mengawali sessi bedah
penilaian kurtilas. Para peserta masih dibingungkan ketika mereka diminta untuk
mengisi format nilai yang banyak sementara waktu yang diberikan sangat
mendesak.
Hal ini
terjadi karena pada tahun pelajaran lalu, terjadi keterlambatan penyampaian
informasi dan aplikasi untuk penilaian yang datang justru menjelang pembagian
raport. Padahal, sistem penilaian kurtilas adalah Penilaian Otentik yang
berarti menyeluruh, berkesinambungan dan sesuai dengan kondisi riil dalam
kehidupan keseharian siswa.
Dengan
demikian, penilaian dalam kurtilas ini tidak bisa dilakukan hanya dalam satu
kondisi saja. Terutama untuk Kompetensi Inti 1 (KI-1) berupa aspek
Spiritualitas dan juga KI-2 berupa aspek Sosial. Kedua aspek ini harus dilihat
dari kecenderungan atau seringnya sikap tersebut muncul dalam satu semester
berjalan, baru bisa disimpulkan menjadi sebuah penilaian siswa tersebut. Sehingga,
menjadi hal yang wajar jika para guru dibingungkan dengan kenyataan bahwa
mereka harus menentukan nilai untuk kedua aspek tersebut dalam waktu yang sama
di akhir proses pembelajaran.
Dengan kata
lain, seharusnya, setelah kegiatan training ini, masalah tersebut akan teratasi
karena para guru akan segera menyiapkan lembar observasi yang dibutuhkan untuk
melihat perilaku siswa selama satu semester ini jauh-jauh hari sebelumnya.
Permasalahan
lain muncul berupa kurangnya variasi atau model pembelajaran yang disuguhkan di
kelas.
“Seringkali
terjadi awalnya anak itu senang dengan proses pembelajaran, tapi ditengah jalan
mereka ‘stuck’, Pak. Mereka tidak
lagi menunjukkan semangatnya dalam proses pembelajaran selanjutnya,” ungkap Pak
Hendra, guru Bahasa Inggris, menyebutkan pengalamannya dalam meningkatkan vocabulary
siswa.
Lain halnya
dengan Pak Idin Muhidin, guru Fiqih. Dia mencoba memaparkan metode pembelajaran
yang pernah diberikan kepada siswanya dan ini menurutnya dapat dianggap cukup
berhasil. “Saya membawa tiga jenis air dalam beberapa wadah. Ada air putih, air
teh, dan air kopi. Saya letakkan begitu saja di bangku terdepan siswa,”
lanjutnya menjelaskan bahwa benda-benda tersebut cukup menyedot perhatian siswa
untuk mengetahui lebih jauh mengapa dibawa ke dalam kelas.
Dalam sessi
ini, para peserta diingatkan dengan 4 model pembelajaran yang dianggap paling
tepat dalam Kurtilas antara lain : 1) Discovery Learning, 2) Problem Based
Learning, 3) Project Based Learning, dan 4) Inquiry Based Learning.
Oleh :
Dian Nurdiana
NIP :
197109272005011002
Pengawas Madrasah Tsanawiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar