Senin, 15 Agustus 2016

“AWALNYA HARUS GILA, KESANANYA…?”





Ngamprah,  13/8
Guru adalah Arsitek yang akan menentukan nasib bangsa dalam seratus tahun ke depan. Guru adalah desainer yang merancang bahan mentah menjadi sebuah tampilan yang menarik untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Guru adalah seniman yang harus menyajikan model pembelajaran yang mengasyikkan sekaligus membuat anak mampu berlama-lama dengan beragam materi pelajaran. Guru adalah chep yang harus meramu beragam bumbu dan bahan mentah menjadi satu jamuan yang membuat anak-anak merasa kenyang dan terhibur.
Hal ini disebutkan Pengawas Madrasah Tsanawiyah untuk mengingatkan para guru binaannya di MTs Assakinah Ngamprah (13/8) dalam acara in house training (IHT) bedah penilaian dan model-model pembelajaran dalam kurtilas.
Pengawas juga mengingatkan sebuah ungkapan Albert Einstein, sang fisikawan dunia, bahwa jika awalnya tidak gila, maka kesananya akan biasa-biasa saja. Ungkapan ini sangat tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Para siswa tidak akan lagi merasa antusias dan senang untuk mengikuti apa yang kita suguhkan jika awalnya tidak disajikan dalam bentuk yang menarik atau gila.
Jika para guru tidak mampu tampil menjadi seorang arsitek, seniman, desainer, dan bahkan chep yang mampu meramu materi yang ‘menjemukan’ menjadi sesuatu yang mengundang selera untuk berlama-lama larut dalam proses pembelajaran, maka guru seperti ini akan ditinggalkan siswanya.
“Bayangkan, ibu tadi pagi disediakan sarapan berupa nasi putih dingin dengan 2 potong tempe yang juga dingin dengan segelas air putih dingin. Adakah selera untuk memakannya?” tanyanya sambil membayangkan.
“Waah, daripada sakit perut mah, mendingan tinggalin saja…” jawaban-jawabn yang muncul cukup beragam. Namun hampir 95% mereka menjawab tidak berselera, tidak bersemangat, dan bahkan tidak mau walaupun hanya untuk meliriknya.
Namun apa yang terjadi ketika nasi tersebut digoreng terlebih dahulu, tambahkan telur, tempenya pun diberi tepung bumbu, air putih diganti dengan teh hangat. “Apakah anda mau memakannya?” tanyanya.
“Waah…bisa nambah kalo gitu mah, Pak” jawa Pak Yudha antusias.
“Seperti inilah seorang guru. Dia adalah chep yang harus meramu dan memikirkan menu apa dan bagaimana yang dapat mengundang selera para siswa mau terlibat dalam keseluruhan proses pembelajaran…” paparnya disambut riuh setuju dengan analogi tersebut.
“Albert Einstein mengatakan seperti itu artinya kita harus mampu menyuguhkan dan mengaitkan program pembelajaran kita dengan sesuatu yang bisa membuat anak-anak bersemangat untuk mengikuti keseluruhan proses belajar,” lanjutnya.
Dalam kegiatan yang diawali tepat pukul 08.00 pagi sampai dengan pukul 16.30 ini pun muncul sebuah pengalaman mengajar matematika kelas 9 tentang materi jarring-jaring kubus. Terlebih materi ini harus disuguhkan di siang hari.
Waah..bisa dibayangkan bagaimana rumitnya mempengaruhi siswa untuk turut terlibat dalam proses pembelajaran yang menjemukan ini. Namun sang guru tidak kehilangan akal. Dia pun memulai dengan satu pertanyaan.
“Kalian tahu apa itu hujan asam?”
Seluruh kelas menjadi riuh dengan upaya-upaya mereka untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan.
“Hujan asam itu adalah hujan dengan tingkat keasaman yang tinggi,” paparnya. “Jadi benda apapun yang ada dimuka bumi ini akan terkorosi, berkarat dan rusak. Termasuk genting rumah baik yang berasal dari bahan logam maupun coran atau yang lainnya, akan terkorosi dengan genangan airnya dan akhirnya rusak,” jelas Pak Guru meminta seluruh siswa membayangkan apa yang terjadi jika atap rumah keropos dan rusak.
“Nah, salah satu bentuk atap yang sangat dimungkinkan bisa bertahan dari bencana itu adalah atap rumah dengan bentuk ke..ru..cut..!” lanjutnya memberikan solusi.
“Dan bencana itu bukan saat ini, tapi nanti pada saat kalian sudah dewasa, pada saat kalian sudah berumah tangga. Artinya, sekarang kalian harus mampu mengetahui beragam hal berkenaan dengan kerucut tersebut. Mulai dari jarring-jaringnya, rusuknya, bahkan luasnya supaya kalian bisa memperkirakan berapa bahan yang dibutuhkan untuk membuat atap rumah kalian…” paparnya.
Karena itu, guru harus mengawali proses pembelajaran yang termasuk ‘gila’ sebagai suguhan awal dan memancing rasa penasaran siswa. Sehingga seluruh siswa akan mau melibatkan diri dalam proses pembelajaran dengan satu kesadaran bahwa mereka nanti akan sangat membutuhkan pelajaran tersebut.
Jika tidak gila seperti itu, maka proses pembelajaran matematika dengan bangun ruang kerucut ini akan sangat membosankan dan memusingkan para siswa.


Oleh :
Dian Nurdiana
NIP :  197109272005011002
Pengawas Madrasah Tsanawiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar