Ngamprah, 13/8
Guru adalah
Arsitek yang akan menentukan nasib bangsa dalam seratus tahun ke depan. Guru
adalah desainer yang merancang bahan mentah menjadi sebuah tampilan yang menarik
untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Guru adalah seniman yang harus
menyajikan model pembelajaran yang mengasyikkan sekaligus membuat anak mampu
berlama-lama dengan beragam materi pelajaran. Guru adalah chep yang harus
meramu beragam bumbu dan bahan mentah menjadi satu jamuan yang membuat
anak-anak merasa kenyang dan terhibur.
Pengawas juga
mengingatkan sebuah ungkapan Albert Einstein, sang fisikawan dunia, bahwa jika
awalnya tidak gila, maka kesananya akan biasa-biasa saja. Ungkapan ini sangat
tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Para siswa tidak akan lagi
merasa antusias dan senang untuk mengikuti apa yang kita suguhkan jika awalnya
tidak disajikan dalam bentuk yang menarik atau gila.
Jika para
guru tidak mampu tampil menjadi seorang arsitek, seniman, desainer, dan bahkan
chep yang mampu meramu materi yang ‘menjemukan’ menjadi sesuatu yang mengundang
selera untuk berlama-lama larut dalam proses pembelajaran, maka guru seperti
ini akan ditinggalkan siswanya.
“Bayangkan,
ibu tadi pagi disediakan sarapan berupa nasi putih dingin dengan 2 potong tempe
yang juga dingin dengan segelas air putih dingin. Adakah selera untuk
memakannya?” tanyanya sambil membayangkan.
“Waah,
daripada sakit perut mah, mendingan tinggalin saja…” jawaban-jawabn yang muncul
cukup beragam. Namun hampir 95% mereka menjawab tidak berselera, tidak
bersemangat, dan bahkan tidak mau walaupun hanya untuk meliriknya.
Namun apa
yang terjadi ketika nasi tersebut digoreng terlebih dahulu, tambahkan telur,
tempenya pun diberi tepung bumbu, air putih diganti dengan teh hangat. “Apakah anda
mau memakannya?” tanyanya.
“Waah…bisa
nambah kalo gitu mah, Pak” jawa Pak Yudha antusias.
“Seperti
inilah seorang guru. Dia adalah chep yang harus meramu dan memikirkan menu apa
dan bagaimana yang dapat mengundang selera para siswa mau terlibat dalam
keseluruhan proses pembelajaran…” paparnya disambut riuh setuju dengan analogi
tersebut.
“Albert
Einstein mengatakan seperti itu artinya kita harus mampu menyuguhkan dan
mengaitkan program pembelajaran kita dengan sesuatu yang bisa membuat anak-anak
bersemangat untuk mengikuti keseluruhan proses belajar,” lanjutnya.
Dalam
kegiatan yang diawali tepat pukul 08.00 pagi sampai dengan pukul 16.30 ini pun
muncul sebuah pengalaman mengajar matematika kelas 9 tentang materi
jarring-jaring kubus. Terlebih materi ini harus disuguhkan di siang hari.
Waah..bisa
dibayangkan bagaimana rumitnya mempengaruhi siswa untuk turut terlibat dalam
proses pembelajaran yang menjemukan ini. Namun sang guru tidak kehilangan akal.
Dia pun memulai dengan satu pertanyaan.
“Kalian tahu
apa itu hujan asam?”
Seluruh kelas
menjadi riuh dengan upaya-upaya mereka untuk menjawab pertanyaan yang
dilontarkan.
“Hujan asam
itu adalah hujan dengan tingkat keasaman yang tinggi,” paparnya. “Jadi benda
apapun yang ada dimuka bumi ini akan terkorosi, berkarat dan rusak. Termasuk
genting rumah baik yang berasal dari bahan logam maupun coran atau yang
lainnya, akan terkorosi dengan genangan airnya dan akhirnya rusak,” jelas Pak
Guru meminta seluruh siswa membayangkan apa yang terjadi jika atap rumah
keropos dan rusak.
“Nah, salah
satu bentuk atap yang sangat dimungkinkan bisa bertahan dari bencana itu adalah
atap rumah dengan bentuk ke..ru..cut..!” lanjutnya memberikan solusi.
“Dan bencana
itu bukan saat ini, tapi nanti pada saat kalian sudah dewasa, pada saat kalian
sudah berumah tangga. Artinya, sekarang kalian harus mampu mengetahui beragam
hal berkenaan dengan kerucut tersebut. Mulai dari jarring-jaringnya, rusuknya,
bahkan luasnya supaya kalian bisa memperkirakan berapa bahan yang dibutuhkan
untuk membuat atap rumah kalian…” paparnya.
Karena itu,
guru harus mengawali proses pembelajaran yang termasuk ‘gila’ sebagai suguhan
awal dan memancing rasa penasaran siswa. Sehingga seluruh siswa akan mau
melibatkan diri dalam proses pembelajaran dengan satu kesadaran bahwa mereka
nanti akan sangat membutuhkan pelajaran tersebut.
Jika tidak
gila seperti itu, maka proses pembelajaran matematika dengan bangun ruang
kerucut ini akan sangat membosankan dan memusingkan para siswa.
Oleh :
Dian Nurdiana
NIP :
197109272005011002
Pengawas Madrasah Tsanawiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar