APA KABAR GURU PROFESIONAL?
Oleh : Dian Nurdiana
Sembilan tahun sudah, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 82 ayat (2) yang mengamanatkan bahwa Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik wajib memenuhi kualifikasi dan sertifikasi ini paling lama 10
(sepuluh) tahun sejak diundangkan undang-undang ini.
Artinya, tahun 2015 besok, semua orang yang karena pekerjaannya kemudian disebut guru, harus sudah tersertifikasi atau sudah mendapatkan pengakuan sebagai guru profesional oleh pemerintah.
Saat ini, ribuan guru sudah menyandang gelar guru profesional yang dibuktikan dengan pemberian ‘sertifikat pendidik profesional’ dalam berbagai bidang garapan dan keahliannya.
Lebih dari itu, para guru profesional ini telah menikmati kucuran dana reward berupa tunjangan profesional dari Pemerintah sesuai dengan Permendiknas No.18 Tahun 2007 pasal 6 bahwa guru profesional ini akan diberi tunjangan profesional sebesar satu kali gaji pokok bagi PNS dan atau setara dengan satu kali gaji pokok bagi non PNS.
Tentu saja, permasalahannya tidak hanya berhenti sampai disitu. Beragam PR sekaligus pembuktian akan ‘keprofesionalan’ sang pendidik ini harus kembali dipertanyakan atau mungkin paling tidak diadakan pengkajian ulang.
Beragam pertanyaan yang kemudian muncul antara lain :
1) Benarkah sebuah profesionalisme dapat dibentuk hanya dengan pelaksanaan dua minggu pelatihan (PLPG)?
2) Adakah perubahan (sikap dan kinerja) antara sebelum dan sesudah disertifikasi sebagai bentuk nyata keprofesionalan guru tersebut?
3) Adakah perubahan signifikan terhadap sekolah/madrasah setelah semakin banyak gurunya yang disertifikasi dan dinyatakan profesional?
4) Apa yang berubah dari wajah pendidikan kita jika tahun 2015 besok, seluruh guru sudah dinyatakan profesional?
Beragam pertanyaan inilah yang harus menjadi PR besar bagi dunia pendidikan ke depannya.
Setidaknya, jika hal ini harus kembali dipertanyakan sebagai penyeimbang dari reward atau tunjuangan profesional yang telah diberikan pemerintah. Sehingga para guru penerima reward ini akan segera membuktikan diri bahwa dia sudah dan layak disebut sebagai profesional serta mampu menunjukkan kepada masyarakat bahwa dia memang ‘layak’ untuk mendapatkan tunjangan tersebut.
Sebab tentu saja, program sertifikasi bukan merupakan tujuan. Tapi langkah awal dari sebuah perubahan bangsa yang sedang direncakan pemerintah.
Jadi guru yang sudah disertifikasi, seharusnya merupakan guru teladan, idola, pioneer dan sekaligus penyemangat yang mampu mengarahkan dan membimbing guru-guru sejawat lainnya dalam mewujdukan perubahan bangsa ke depan.
Kuan-Tzu (551-479 SM) dalam Tilaar (2008) menyebutkan bahwa :
If you plan for a year, plant a seed, if for ten years, plant a tree, if for a hundred years, teach the people. When you sow a seed once, you will reap a single harvest. When you teach the people, you will reap a hundred harvests.
(Jika kita hendak mengambil manfaat dalam satu tahun, tanamlah benih. Jika ingin dalam sepuluh tahun, tanamlah pohon, namun jika untuk ratusan tahun ke depan, didiklah manusia. Ketika kita menanam sebuah benih, maka kita hanya akan memanen satu kali panen, tapi ketika kita mendidik manusia, maka kita akan melakukan ratusan kali panen).
Inilah yang harus kembali disadarkan pada semua pihak. Jika kita ingin supaya bangsa ini bangkit dan mandiri 50 tahun yang akan datang, maka hal tersebut harus ditanamkan dan diajarkan sejak saat ini.
Tentu saja, melalui pendidikan!!!
Lalu bagaimana kondisi pendidikan saat ini?
Ahmad Tafsir (2008) menggambarkan produk pendidikan kita saat ini dengan menyebutkan bahwa sebagian besar angota parlemen atau pejabat yang korupsi adalah alumni pendidikan Indonesia 30-60 tahun yang lalu; mahasiwa yang memiliki hobi berdemonstrasi adalah alumni pendidikan Indonesia 20 tahun yang lalu; sedangkan anak-anak gaul yang seperti hendak melepaskan diri dari sejarah adalah alumni pendidikan Indonesia 15 tahun yang lalu.
Akankah kondisi ini kita biarkan justru pada saat para guru sudah mendapatkan ‘gelar’ guru profesional???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar